Pulau dengan luas sekitar 12 ribu ha itu telah ditetapkan pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai lokasi pemurnian sapi aceh. Sejak ditetapkan pada 2011 lalu dan untuk selanjutnya, di dalam Pulau Raya yang masuk wilayah Kabupaten Aceh Jaya ini, mutlak hanya dan harus dikembangkan sapi–sapi jenis sapi aceh ansih. “Tidak boleh ada sapi jenis lain, khusus hanya sapi aceh!” tandas Murtadha Sulaiman, Kepala Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh kepada TROBOS.
Lanjut diterangkan Murtadha, di pulau yang dapat dicapai dengan menyeberangi pantai barat Aceh sekitar 10 menit dari daratan terdekat ini, akan ditampung 4 ribuan ekor sapi dengan perbandingan setiap ha lahan untuk sekitar 4 ekor. Sistem pemeliharaannya, akan menerapkan padang penggembalaan dan kandang koloni.
Targetnya, akan dihasilkan sapi aceh murni, atau setidaknya mendekati DNA (asam deoksiribonukleat) asli setelah diuji progeny test. “Dalam prosesnya, setiap anakan yang performanya tidak mendekati fenotip (tampilan – red) sapi aceh, akan dikeluarkan dari Pulau Raya dan dijadikan sapi potong,” imbuh Murtadha.
Sapi Madura
Kegiatan sebangun bergulir juga untuk sapi asli Madura. Pemerintah Provinsi Jawa Timur memilih Pulau Sapudi di Kabupaten Sumenep sebagai lokasi pemurnian dan pelestarian sapi madura, sapi yang biasa untuk kerapan (pacuan) maupun dijadikan sapi sonok (sapi hias). Sensus Ternak 2011 menyebut, Kecamatan Gayam di Pulau Sapudi memiliki populasi 26.249 sapi dan didominasi sapi madura.
Suparwoko melanjutkan, model pembibitan yang dikembangkan berbasis Inka (Inseminasi Kawin Alam). Penjelasannya, teknologi IB (Inseminasi Buatan) kerap menghadapi kendala ketersediaan nitrogen cair karena musim dan cuaca buruk sehingga kapal sulit menyeberang. “Solusinya, kami seleksi pejantan–pejantan unggul sapi madura untuk dipelihara di Pulau Sapudi. Dan sesuai dengan undang–undang, perlahan sapi jenis lain dikeluarkan dari pulau,” paparnya.
Penetapan 5 Rumpun Asli
Direktur Perbibitan Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Abubakar menjelaskan, pemerintah telah menetapkan sumber–sumber bibit dari plasma nutfah sapi lokal dengan mengacu Permentan nomor 48/Permentan/OT.140/9/2011 tentang pewilayahan sumber bibit ternak. “Harapannya, diperoleh bibit–bibit sapi lokal untuk dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Dan untuk mendukung pelestarian plasma nutfah sapi potong asli Indonesia ini, pemerintah pusat mengalokasikan dana melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) berupa dana Tugas Pembantuan (TP) dan dana dekon yang besarannya disesuaikan dengan daerah masing–masing. “Dilakukan pula keterpaduan program seperti kegiatan pengadaan ternak yang difokuskan kepada sapi lokal dan dikembangkan melalui kelompok VBC,” paparnya.
Sapi Aceh
Pemerintah daerah “pemilik” sapi lokal pun sibuk melakukan penataan. Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Timur, antara lain melakukan upaya pelestarian dengan membentuk sentra pembibitan VBC khusus sapi aceh. “Saat ini sudah terbentuk 20 kelompok VBC tingkat desa dan selanjutnya akan dibentuk kelompok VBC tingkat kecamatan,” jelas Kepala Dinas Peternakan Aceh Timur, Usman A Rahman.
Sapi Sumbawa
Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Syamsul Hidayat Dilaga, tahap pertama yang dilakukan adalah sosialisasi kepada peternak tentang pengakuan dan penetapan sapi sumbawa sebagai plasma nutfah asli Indonesia. “Peternak pun terus didorong untuk memperbanyak populasi atau skala kepemilikannya karena populasi total sapi Sumbawa baru sekitar 3.000 ekor,“ ujar Syamsul.
Berikutnya, kata Syamsul memperluas rasio antara sapi jantan dan betina di padang penggembalaan. Pasalnya, saat ini rasio sapi sumbawa dengan sentranya yang berada di Desa Penyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa ini terlalu sempit yaitu 1 jantan berbanding 3 betina. “Terlalu banyak jantan sehingga sempitnya rasio ini memperbesar potensi inbreeding (kawin sedarah - red). Ini yang ingin kami tata,” tandasnya.
Padang dan Bali
Dari Sumatera Barat, sebagai asal rumpun sapi pesisir, keterangan singkat diberikan Kepala Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat, Edwardi. Menurut dia, pemerintah daerah telah bekerja sama dengan perguruan tinggi membentuk tim kajian menyusun grand design pelestarian sapi pesisir.
Edwardi menambahkan, komitmen pun telah dibangun dengan para peternak yang memelihara sapi ini terutama di kawasan pantai Sumatera Barat mencakup Pesisir Selatan, Agam, Padang Pariaman dan Pasaman Barat.
Sementara untuk sapi bali yang legendaris, jauh-jauh hari sapi ini telah mendapat perhatian khusus. Sebagaimana dilaporkan TROBOS Edisi 144 September 2011 lalu, melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian nomor 776/Kpts/Um/12/1976, pemerintah pusat sejak 1976 mendirikan Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali) untuk pemurnian dan peningkatan kualitas genetik serta mencegah kepunahan sapi bali.
Selengkapnya baca di majalah Trobos edisi Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAHKAN KOMENTAR